Minggu, 07 Februari 2010

Bangkit dengan daya Sendiri

















TIDAK MUDAH memasuki kawasan Desa Indah di kecamatan Jagong Jeget, Aceh Tengah. Jaraknya dari Kota takengon adalah 60-70 kilometer. Jarak nya dari Banda Aceh sekitar 522 kilometer. Jalan nya berdebu karena terdiri Dario bebatuan dan pasir, belum kunjung dilapisi aspal

Pada saat terjadi bencana yang disusul tsunami pada 26 Desember 2004, kawasan yang merupakan hasil pemekaran Kecamatan Linge ini tak luput jadi korban pula. Banyak rumah warga runtuh akibat guncangan berkekuatan 9,1 pada skala richter itu

Namun warga setempat tak mau diam berpangku tangan. Pasca- gempa di Aceh, lima tahun silam, masyarakat Desa Jagong Jeget mulai berbenah. Mereka memperbaiki rumash dan lingkungan yang rusak. Demikian pula dengan jalan, guna memudahkan orang-orang luar melintasi desa mereka. Semua dikerjakan dengan cara bergotong-royong

Patah tumbuh hilang berganti. Mungkin pepatah itu sangat cocok dengan apa yang dialami warga yang bernama Marlan, 46 tahun. Dengan susah payah, bersama teman-teman nya, marlan yang berprofesi sebagai guru itu mencoba bangkit. Ia dan sejumlah warga lain nya segera memperbaiki rumah-rumah yang rusak dan tempat tinggal dengan bantuan minim dari pemerintah

Tentu saja langkah itu tidak gampang. Sebab, untuk melakukan kegiatan berbenah itu, rata-rata warga harus menempuh perjalanan 20-30 kilometer menuju tempat pertemuan, musala atau masjid, untuk sekedar mengikuti rapat-rapat koordinasi guna merancang perbaikan. Namun , bagi mereka, jarak yamng jauh tidak menjadi masalah. Terkadang mereka urunan uang untuk menyewa labi-labi, mobil angkot di Aceh

Angkot itu disewa seminggu dua kali. Perjuangan yang tidak gampang. Tapi mereka melakukannya dengan ikhlas dan hati gembira. Padahal, jika dibandingkan dengan hasil tani yang mereka dapat tidak seimbang dengan ongkos yang mereka keluarkan.

“Alhamdulillah, warga kami sangat semangat dan tidak mengeluh dengan kondisi ini,” ujar Wisnu hadi Broto, 33 tahun, seorang warga Desa Jagong Jeget.

Lelaki asal Klaten, Jawa Tengah itu tidak pernah menyiratkan wajah susah ketika berbincang dengan saya. Menurut lelaki ramah yang biasa dipanggil Mas Wisnu itu, kendala jarak yang begitu jauh membuat sebagian warga tidak betah tinggal di sana. Hingga kini, di tempat dia tinggal terdapat tujuh kepala keluarga, delapan remaja, dan 15 anak-anak.

0 komentar:

Template by - Fedri Hidayat - 2008