Kamis, 04 Februari 2010

Dari Muhammad Yunus untuk kaum miskin


Muhammad Yunus

oleh : Hendra Syahputra

SETIAP AKHIR PEKAN saya selalu menyempatkan diri membaca buku. Membaca buku, merupakan semacam perjalanan batin saya setelah berkutat dengan kerja yang ritmenya tak pernah bisa ditebak. Jadi, akhir pekanlah waktu yang saya persiapkan untuk memenuhi hobi saya, yaitu membaca.

Minggu ini saya mengulang yang keenam kali, membaca buku Muhammad Yunus, Bank Kaum Miskin. Nama Muhammad Yunus, tentu tidak asing lagi bagi kita, apalagi setelah beliau mendapat nobel perdamaian. Namun kisah yang ditorehkan sosok lelaki Pakistan tersebut, tidak sembarangan. Mendunia dan spektakuler

Pantas ketika Hugo Chavez, presiden Venezuela menyebut Muhammad Yunus sebagai “teladan perjuangan melawan kemiskinan” pada tahun 2006 yang lalu. Saya jadi bertanya-tanya, apa yang telah beliau lakukan buat negara dan perekonomian Bangladesh sampai bisa menggugah dunia dan menjadi obyek percontohan buat negara- negara berkembang seperti Indonesia. Rasa penasaran saya terobati setelah membaca buku Muhammad Yunus, Bank Kaum Miskin tersebut.

Meskipun buku ini lebih merupakan dokumentasi perjalanan hidup seorang Muhammad Yunus dengan visi, nilai-nilai dan jiwa nasionalisme yang luar biasa, namun saya bisa belajar bahwa keinginan kuat untuk maju, dan impian satu orang saja bisa mempengaruhi banyak orang bahkan bisa mempengaruhi suatu negara atau dengan kata lain Changing the world (merubah dunia-red). Muhammad Yunus sendiri merupakan dekan Fakultas Ekonomi sebuah Universitas terkenal di Bangladesh.

Bencana kelaparan yang melanda negerinya, membuat beliau memutuskan untuk keluar dari kampus dan belajar mengenai ekonomi langsung dari masyarakat desa. Muhammad Yunus merasa, teori-teori ekonomi yang diajarkannya di kampus tidak menggambarkan kondisi riil yang ada. Saat itu beliau merasa bahwa keberadaan kampus dan seluruh pendidikan yang diajarkannya tidak memberikan pengaruh terhadap kehidupan rakyatnya, padahal, seharusnya pendidikan bisa bermanfaat paling tidak untuk masyarakat di sekelilingnya. Disinilah, Muhammad Yunus mempelajari teori ekonomi baru dari orang-orang miskin. Muhammad Yunus berusaha untuk mulai memberikan kredit tanpa agunan kepada kaum-kaum miskin terutama wanita melalui Grameen Bank atau Bank pedesaan yang didirikannya.

Selama lebih dari 24 tahun berdiri, Grameen Bank telah berhasil memberikan kredit kepada 7 juta orang miskin di Bangladesh yang 58 persen peminjamnya berhasil diangkat dari kemiskinan.

Dari buku tersebut, kita jadi mengetahui perjalanan beliau dalam mendirikan bank ini, serta hal apa yang mendasari hingga Muhammad Yunus menciptakan jenis bank model baru. Cerita perjuangan Muhammad Yunus menjadi bagian paling menarik dari buku ini, karena begitu mengharukan, menyentuh dan menggugah rasa empati kita.

Dalam buku tersebut juga dijelaskan, bagaimana Muhammad Yunus mendebat, membujuk dan meyakinkan kaum mapan di sana untuk ikut bergerak mengentas kemiskinan.

Cerita seperti itu membuat saya mengeluh dalam hati, ketika beberapa anak-anak muda yang saya temui dan saya ajak berdiskusi, menunjukkan wajah bengong mendengar nama tersebut. Kemana saja mereka selama ini? Apa saja informasi yang ia kunyah sehingga nama Muhammad Yunus dan Grameen Bank tidak pernah didengarnya?

Beliau adalah pemenang Nobel Perdamaian 2006 atas usahanya yang tidak mengenal lelah mengentaskan kemiskinan di Bangladesh dengan mendirikan Grameen Bank, bank khusus untuk dan milik orang miskin. Saya mengagumi orang hebat ini ketika pertama kali membaca beritanya bertahun-tahun lalu. Sebagai ‘lulusan’ orang miskin, saya tahu betapa jarangnya orang yang mau mendedikasikan dirinya untuk membantu orang miskin. Dunia dipenuhi dengan orang-orang yang sibuk mencari kekayaan sendiri dan menganggap orang miskin adalah penyakit sampah yang harus dicurigai dan dijauhi.

Cerita tentang Muhammad Yunus dan Grameen Banknya sangat banyak kita temui di berbagai media. Saya sudah pernah membaca bukunya, artikel-artikel tentangnya, dan bahkan menonton acaranya di Oprah Show. Saya menonton hampir tak berkedip. Ketika Oprah bertanya mengapa ia percaya bahwa orang miskin akan bisa membayar pinjaman tanpa kolateral alias agunan. Muhammad Yunus hanya menjawab singkat, dan membuat seluruh dunia mengaguminya: “Fakta bahwa mereka adalah manusia sudah cukup bagi kita untuk mempercayainya.” Jawaban yang bisa saja tidak pernah terlintas di benak siapapun sebelumnya, sangat humanis.

Di buku tersebut, Muhammad Yunus, sang Professor di Fakultas Ekonomi Chittagong, menceritakan pengalaman hidupnya. Beliau pertama kali bersentuhan langsung dengan kenyataan hidup di luar kampusnya ketika Bangladesh terkena bencana kelaparan. Ia sangat terkejut menemui kenyataan bahwa keluarga miskin di sekitar kampusnya sebetulnya hanya butuh bantuan uang sangat sedikit untuk dapat mengubah hidup mereka.

Ketika beliau memutuskan untuk membantu para ibu yang miskin tersebut dengan meminjaminya uang untuk modal. Beliau berhasil mengumpulkan 42 orang dengan jumlah pinjaman kurang dari US$27. “Ya, Tuhan! Ya Tuhan! seluruh derita semua keluarga itu hanya karena tidak ada uang dua puluh tujuh dollar!” serunya dalam hati. Malamnya ia tidak bisa tidur karena merasa muak dengan dirinya sendiri. Ia sangat shock menemui kenyataan betapa ia mengajarkan teori-teori indah tentang ekonomi dan bicara tentang uang ratusan juta dollar, sementara di luar kampusnya, ia menemui orang-orang yang begitu miskinnya karena terjerat oleh rentenir.

Beliau kemudian memutuskan untuk mendirikan Grameen Bank, Bank for the Poor, untuk membantu para orang miskin tersebut.

Cerita di buka tersebut mengalir begitu indahnya, dan suasana menjadi hening karena it’s so absorbing (ini sangat menarik). Rasanya semua orang menahan nafas mendengar ceritanya. Saya menahan nafas berkali-kali. It’s so dramatical (ini sangat dramatis). Saya seolah melihat dan mengalaminya sendiri bagaimana beliau memperjuangkan bank bagi orang miskin tersebut meski mendapat penolakan terus menerus dari para bankir. Pada beberapa bagian, diam-diam, saya menangis dalam hati karena kisahnya begitu menyentuh. I am really touched by his story (saya sangat tersentuh dengan cerita leleki itu) . Suatu ketika datang seorang eks napi ke Grameen Bank untuk minta pinjaman juga sebagaimana orang-orang lain. Staff Muhammad Yunus kebingungan menghadapinya. Eks napi ini sangat terkenal reputasinya sebagai seorang kriminal dan mempercayainya adalah tidak masuk akal.

Tapi staf bank juga tak berani menolaknya karena takut eks napi tersebut marah dan mengamuk. Ia minta bantuan Muhammad Yunus untuk mengatasi masalah tersebut. Muhammad Yunus memintanya untuk menemuinya dan tidak perlu takut. “Ia adalah manusia juga seperti kita,” kata kepada staffnya. Kalau ada lima orang lain di desanya yang mau menjaminnya (ini adalah sistem yang berlaku di Grameen Bank sebagai ganti dari kolateral), maka dia layak untuk mendapat pinjaman seperti orang desa lainnya. Jadi Grameen Bank memberinya pinjaman dan eks napi ini membayar cicilannya seperti orang-orang miskin lainnya. Ia kemudian menjadi pemimpin kelompok, sampai menjadi kelompok yang lebih besar. Ia tak pernah lagi melakukan tindakan kriminal sejak mendapatkan pinjaman dari Grameen Bank.

Grameen Bank telah mengubah hidupnya! Ketika beliau ditanya apa tindakan yang ia lakukan jika ada nasabah miskinnya yang tidak dapat membayar. Bank lain tentu akan menyita apa saja yang dimiliki oleh nasabah ‘bandel’ tersebut. Tapi di Grameen Bank tidak seperti itu. Tidak ada kolateral atau agunan. Lagi pula nasabahnya adalah orang-orang miskin yang tidak punya harta benda yang bisa disita. “If anybody cannot pay, you should come and help him more, not punish him.” Jawabnya.

Mereka tidak membayar karena memang tidak bisa membayar dan itu berarti mereka dalam kesulitan dan lebih memerlukan pertolongan daripada sebelumnya. Mereka harus ditolong dan bukannya dihukum.

Betapa benarnya kata-kata itu. Kredit mikro bukanlah obat ajaib yang bisa menghapuskan kemiskinan dalam sekali tenggak. Tetapi kredit mikro bisa mengakhiri kemiskinan banyak orang dan mengurangi penderitaan orang-orang lainnya. Jika digabungkan dengan program-program inovatif lainnya dalam meningkatkan potensi masyarakat, kredit mikro adalah alat utama dalam upaya kita membangun dunia yang bebas dari kemiskinan. Demikian katanya.

The story is so beautiful and told by Muhammad Yunus himself. It will be the best day in my life. Pada tahun 2015, katanya, Grameen Bank, Bank for the Poor, yang sahamnya mayoritas dimiliki oleh orang-orang miskin akan berubah menjadi Grameen Bank, bank for the formerly poor, bank milik orang-orang yang dulunya miskin. Saat itu mereka tidak lagi miskin dan telah bangkit menjadi orang-orang yang hidup layak dan sejahtera. Saya mempercayainya. **

Biografi singkat

Muhammad Yunus lahir pada tahun 1940 di Chittagong, adalah seorang bankir dari Bangladesh yang mengembangkan konsep kredit mikro, yaitu pengembangan pinjaman skala kecil untuk usahawan miskin yang tidak mampu meminjam dari bank umum. Yunus mengimplementasikan gagasan ini dengan mendirikan Grameen Bank. Ia juga memenangkan Hadiah Budaya Asia Fukuoka XII 2001.

Ia terpilih sebagai penerima Penghargaan Perdamaian Nobel (bersama dengan Grameen Bank) pada tahun 2006.

Yunus belajar di Chittagong Collegiate School dan Chittagong College. Kemudian ia melanjutkan ke jenjang Ph.D. di bidang ekonomi di Universitas Vanderbilt pada tahun 1969. Selesai kuliah, ia bekerja di Universitas Chittagong sebagai dosen di bidang ekonomi. Saat Bangladesh mengalami bencana kelaparan pada tahun 1974, Yunus terjun langsung memerangi kemiskinan dengan cara memberikan pinjaman skala kecil kepada mereka yang sangat membutuhkannya. Ia yakin bahwa pinjaman yang sangat kecil tersebut dapat membuat perubahan yang besar terhadap kemampuan kaum miskin untuk bertahan hidup.

Pada tahun 1976, Yunus mendirikan Grameen Bank yang memberi pinjaman pada kaum miskin di Bangladesh. Hinggal saat ini, Grameen Bank telah menyalurkan pinjaman lebih dari 3 miliar dolar ke sekitar 2,4 juta peminjam. Untuk menjamin pembayaran utang, Grameen Bank menggunakan sistem "kelompok solidaritas". Kelompok-kelompok ini mengajukan permohonan pinjaman bersama-sama, dan setiap anggotanya berfungsi sebagai penjamin anggota lainnya, sehingga mereka dapat berkembang bersama-sama.

Keberhasilan model Grameen ini telah menginspirasikan model serupa dikembangkan di dunia berkembang lainnya, dan bahkan termasuk di negara maju seperti Amerika Serikat. Impiannya disampaikan lewat kata-kata yang sangat terkenal yaitu, “Suatu hari cucu-cucu kita akan harus pergi ke museum untuk melihat seperti apa itu kemiskinan,” seperti dikutip di "The Independent", pada 5 Mai 1996 silam.(wikipedia)

note : tulisan ini pernah dimuat di kolom fokus Harian Aceh, 16 Juni 2008

0 komentar:

Template by - Fedri Hidayat - 2008